Detail Berita

Gelar Sosialisasi Gerakan Anti Limbah Plastik dan Workshop Pengolahan Sampah Organik dalam Memupuk Jiwa Kewirausahaan Peserta Didik SMA Negeri 1 Tanj

Senin, 7 September 2020 17:14 WIB
229 |   -

TANJUNG PALAS. Penggunaan bungkus, tas, dan sedotan plastik sekali pakai di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia. Di tengah keprihatinan terhadap masalah limbah plastik yang kian mengancam bumi dan perairan global, upaya untuk mengurangi penggunaan benda plastik yang satu ini semakin gencar dilakukan, termasuk juga di Indonesia.

Data yang dikumpulkan oleh Divers Clean Action memperkirakan pemakaian sedotan di Indonesia setiap harinya mencapai 93.244.847 batang, belum lagi bungkus dan tas berbahan plastik.

Tas plastik (kantong kresek) bisa berasal dari pasar modern maupun pasar tradisional, sedangkan sedotan bisa berasal dari restoran, minuman kemasan, dan sumber lainnya (packed straw). Jika jumlah tersebut direntangkan akan mencapai jarak 16.784 km atau sama dengan jarak tempuh Jakarta ke kota Meksiko. Dan dalam seminggu khususnya pemakaian sedotan itu setara dengan jarak tiga kali keliling bumi.

Infografis jumlah pemakaian sedotan plastik sekali pakai di Indonesia oleh Divers Clean Action. (Divers Clean Action)

Gerakan ini mengajak warga dan pelaku industri peduli dengan dampak sedotan plastik sekali pakai terhadap lingkungan. Lantaran benda yang hanya mereka gunakan sesaat itu perlu waktu bertahun-tahun untuk terurai. Dan remahan plastik atau mikroplastik dari sedotan yang masuk ke lautan akan dimakan binatang laut yang akhirnya akan dikonsumsi manusia.

"Semua bisa terlibat karena caranya sesederhana bilang Saya tidak mau pakai sedotan plastik. Sama seperti bilang saya gak pakai sambal atau yang lain. Alternatifnya mereka bisa pakai sedotan pakai ulang atau cara tradisional langsung saja minum dari gelas," tegasnya.

Gerakan ini juga mengajak para pelaku industri untuk peduli dengan dampak lingkungan dari sedotan plastik dengan tidak lagi menyediakan sedotan plastik. Jika diawal, gerakan ini hanya berhasil menggandeng satu perusahaan waralaba makanan cepat saji terbesar di Indonesia untuk berkomitmen tidak menyediakan lagi sedotan plastik di jaringan gerai mereka, saat ini sudah ada 4 perusahaan multinasional lain yang ikut bergabung disamping pemilik usaha kecil dan menengah lokal yang mereka edukasi di sejumlah tempat.

Dan ibarat virus yang terus menyebar, gerakan anti sedotan plastik ini terus meluas dan kini semakin banyak cafe atau rumah makan yang mengikuti inisiatif tersebut.

Seperti yang dilakukan Maraca Cafe di Kota Hujan, Bogor, yang sejak 3 bulan terakhir tidak lagi menyediakan sedotan plastik di cafe mereka yang teduh di Jalan Jalak Harupat, Bogor.

Risya Nuria Ikhsyania, pemilik cafe mengatakan ini merupakan langkah sederhana yang bisa dilakukannya sebagai pelaku usaha dalam menyikapi temuan Indonesia sebagai penyumbang sampah plastik terbanyak di dunia.

"Orang mikirnya saya cuma pakai 1 sedotan, itu sedikit. Tapi kami sebagai pelaku industri tahu berapa banyak sedotan yang kami gunakan. Sebelumnya Café saya seminggu itu bisa pakai lebih dari 1000 sedotan. Saya berpikir, berapa ribu sampah sedotan plastik yang sudah kami hasilkan sejak café ini buka," tuturnya.

Meski beberapa konsumennya sempat mengeluh tidak disediakan sedotan, namun Risya mengaku sejauh ini omsetnya tidak berkurang. Bahkan tidak sedikit yang mengapresiasi kebijakan tanpa sedotan plastik mereka datang berkunjung.

"Kebayang gak kalau semua penduduk Jakarta yang suka nongkrong di cafe itu tidak lagi pakai sedotan, dalam satu hari lets say ada sejuta orang ke cafe, udah sejuta sedotan berkurang dalam sehari, seminggu udah 7 juta sedotan jadi sangat signifikan.

Sedotan pakai ulang lokal yang mengglobal

Saat ini tersedia banyak produk alternatif pengganti sedotan plastik sekali pakai. Mulai dari sedotan stainless steel, bambu, kaca hingga bioplastic. Dan beberapa di antara sedotan ramah lingkungan itu diproduksi di dalam negeri.

1. Sedotan dari pati jagung

Sedotan dari pati jagung ini diproduksi oleh perusahaan kemasan makanan dan minuman bioplastik yang berlokasi di Bali dengan merek dagang Avani Eco. Sekilas sedotan ini memiliki penampilan bening yang sangat mirip dengan sedotan plastik.

Karena itu untuk membedakan produk mereka, produsen sedotan ini memberi label #i'm not plastic pada batang sedotan mereka.

Pemilik dan pendiri Avani, Kevin Kumala mengatakan jika sedotan plastik biasa butuh waktu 40-60 tahun untuk dapat terurai di alam, sedotan avani hanya butuh waktu 180 hari untuk hancur terurai. Bahan utama berupa sari pati jagung juga memberi nilai tambah yang tidak ditawarkan produk bioplastik sebelumnya.

"Karena terbuat dari sari pati jagung, sedotan kami setelah terurai dia bisa menjadi kompos dan produk kami juga telah lulus uji oral toxicity sehingga aman jika dikonsumsi hewan laut," papar pria berusia 34 tahun tersebut.

Selain sedotan dari pati jagung, Avani juga memproduksi sedotan dari kertas dan sekitar 36 jenis produk kemasan makanan dan minuman yang sebelumnya terbuat dari plastik dan Styrofoam. Mulai dari boks makanan, cup untuk kopi atau minuman lain, kantong kresek, polybag hingga jas hujan dan lainnya. Semua diproduksi dari bahan alami.

"Produk kami menggunakan 3 bahan utama, yakni sari pati singkong untuk menggantikan kantong plastik, ampas tebu untuk pengganti styrofoam atau wadah makanan lain dan untuk sedotan kita menggunakan sari pati jagung."

2. Sedotan kaca standar laboratorium

Keinginan kuat untuk mengajak masyarakat luas peduli dengan lingkungan terutama limbah sedotan plastik, mendorong Dokter Kulit dan Kecantikan, Amaranila Lalita Drijono merancang sendiri sedotan pakai ulang dari bahan kaca pertama buatan Indonesia yang memiliki standard alat Lab Kedokteran.

"Saya meminta rekan saya yang biasa memproduksi alat-alat kedokteran dan laboratorium untuk membuat sedotan dari bahan kaca. Awalnya mereka ketawa, buat apa sih bu alat begini, saya sendiri yang ajari, mulai dari ukuran sampai tingkat ketebalan," ungkapnya.

"Karena terbuat dari kaca, jadi bisa terlihat apakah bersih atau kotor bagian dalamnya, dan saya juga merancang sikat pembersihnya agar benar-benar pas sehingga bisa membersihkan secara sempurna," tambahnya lagi.

Animo pembeli sedotan pakai ulang kaca karyanya juga semakin meningkat. Jika ketika pada awal memproduksi sedotan kaca tahun 2016 lalu, ia hanya membuat 100 buah sedotan karena hanya untuk kalangan terbatas saja, kini dalam sebulan ia mengaku bisa melayani lebih dari 1000 pesanan.

3. Sedotan bambu buluh

Griya Luhu, komunitas peduli lingkungan di Gianyar, Bali saat ini menjadi salah satu komunitas yang memproduksi sedotan pakai ulang dari bambu. Mereka memilih menggunakan bambu buluh yang berdiameter kecil sebagai bahan utama sedotan mereka.

"Sedotan bambu buluh jika dirawati dengan baik, artinya dibersihkan dengan sikatnya dan dikeringkan itu minimum bisa bertahan 3 bulan atau maksimal 6 bulan." kata pendiri Griya Luhu, Mandhara Brasika.

Namun sejak setahun terakhir sedotan tersebut banyak diminati pengelola hotel dan restoran di Pulau Dewata dan sejumlah kota lainnya.

"Karena Bali daerah wisata dan banyak tamu yang datang itu bule, mereka sudah paham bahaya limbah sedotan plastik dan sering menolak atau meminta sedotan pakai ulang. Jadi ketika tahu ada sedotan bambu pemilik dan pengelola hotel banyak memesan baik untuk digunakan di tempat mereka maupun untuk souvenir," tuturnya.

Bahan baku yang melimpah dan proses pembuatan yang sederhana membuat harga sedotan dari bambu buluh lebih terjangkau bagi pemilik hotel dan rumah makan lokal ketimbang mereka menyediakan sedotan pakai ulang dari steinless steel atau kaca untuk memenuhi

"Kita berharap pemerintah turun tangan dengan menghentikan penuh distribusi sedotan plastik sekali pakai."

"Itu solusi yang lebih mudah dan polusi limbah plastik di perairan sudah sangat mendesak untuk disikapi. Apalagi sekarang sudah banyak alternatif yang bisa dipilih warga." katanya.

Bagaimana dengan daerah kita, atau lingkungan sekolah kita ?

Gerakan Anti Limbah Plastik harus digerakan mulai dari lingkungan sekolah. Melalui program keunggulan sekolah dan Program SMA Zonasi tahun 2019, SMA Negeri 1 Tanjung Palas mengadakan kegiatan sosialisasi Gerakan Anti Limbah Plastik dan Workshop Pengelolaan Sampah serta Workshop Pembuatan Kerajinan Bahan Daur Ulang yang dilaksanakan hari Selasa, 15 Oktober 2019 di SMA Negeri 1 Tanjung Palas. Kegiatan diikuti oleh peserta didik, guru, TU, pedagang kantin sekolah, unsur dari Kelurahan, dan unsur dari Kecamatan. Narasumber pada kegiatan Gerakan Anti Limbah Plastik dari LPKSM Kabupaten Bulungan yaitu: Anwar Joko Prasetya, SE, M.Pd, Andi Tatok Suwandono Putro, SE dan Supardi (TNI).

Acara dibuka oleh Kepala SMA Negeri 1 Tanjung Palas, Eko Purwanto, M.Pd. Dalam sambutannya Kepala Sekolah menegaskan bahwa limbah /sampah plastik sangat berbahaya dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Untuk itu perlu ada gerakan nyata dimulai dari sekolah yang melibatkan seluruh warga sekolah untuk bersama-sama meminimalisir sampah plastik di sekolah.

Dan untuk kegiatan pengelolaan sampah organik, beliau mengharapkan untuk guru dan peserta didik yang ditunjuk untuk melaksanakan workshop, agar bersungguh-sungguh dalam mengikuti kegiatan. Harapan sekolah ke depannya dapat menjadi produsen untuk pembuatan pupuk kompos.

Selanjutnya beliau menegaskan bahwa kegiatan ini dapat memupuk jiwa kewirausahaan peserta didik.  (ekoborneo)

 

 

 

 


Komentar

×
Berhasil membuat Komentar
×
Komentar anda masih dalam tahap moderator
1000
Karakter tersisa
Belum ada komentar.

Jadilah yang pertama berkomentar di sini